Salah satunya hal yang disebutkan efisien dalam menangi virus corona ( COVID-19 ) ialah empon-empon atau rempah-rempah tradisionil. Beredarnya berita ini membuat empon-empon dicari di pasar hingga harga jadi melesat sekarang.



Biasanya, empon-empon terbagi dalam jahe, temulawak, kunyit, kencur, lengkuas, daun serai, dan lain-lain dibikin jadi ramuan jamu. Tetapi, kemauan hati membuat empon-empon dari rempah-rempah asli Indonesia ini bisa beresiko.

"Banyak yang menanyakan pada aku masalah ini. Aku jawab, 'Maaf, aku bukan spesialis rempah-rempah.' Tetapi aku dapat jawab. Pokoknya ini, empon-empon itu kan terbagi dalam jahe, kunyit serta yang lain, sebenarnya semuanya kan memiliki kandungan anti-oksidan," jelas dokter spesialis paru konsultan Erlina Burhan waktu pertemuan wartawan di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ) , Jakarta.

"Tetapi jika kita tidak dapat memproses empon-empon, sembarangan begitu ngolahnya berkaitan kombinasi air serta suhunya, aku cemas bukan anti-oksidan yang tercipta, tetapi malah oksidan," sambungnya.

Anti-oksidan adalah senyawa yang dapat membuat perlindungan sel serta mencegah radikal bebas. Selain itu, oksidan ialah molekul yang dapat perlambat atau menahan proses oksidasi molekul lain.

Oksidasi berbentuk reaksi kimia yang bisa membuahkan radikal bebas hingga menyebabkan reaksi berantai yang bisa mengakibatkan kerusakan sel. Tidak ayal, oksidan yang tercipta akan beresiko buat badan.

Erlina memberikan tambahan, sebetulnya banyak pula suplemen yang datang dari kunyit. Tetapi suplemen itu dibikin dengan tehnik industri yang benar-benar baik.

"Hingga hasilnya dapat terbangun mutunya, yang produk pada akhirnya kaya anti-oksidan. Jadi, empon-empon jika diproses secara baik dapat jadi anti-oksidan, banyak vitamin kan," jelas dokter yang berpraktik di RS Pertemanan Jakarta.

"Tetapi jangan terlalu berlebih menjelaskan, ( empon-empon ) untuk anti virus corona, Aku tidak sepakat. Sampai sekarang, serta tehnologi maju juga belum temukan obat yang detil anti corona. Virusnya sendiri saja baru diketemukan. Obatnya dibikin dengan tingkatan panjang. Dari uji klinis babak 1, babak 2, babak 3, serta tingkatan lain," imbuhnya.